Refleksi Jelang HUT Ke-78 RI: Merdekakah Indonesia Dari Belenggu Kesenjangan? - Kamplongan
NEWS  

Refleksi Jelang HUT ke-78 RI: Merdekakah Indonesia dari Belenggu Kesenjangan?

Sumber ilustrasi pemulung: Shutterstock
Sumber ilustrasi pemulung: Shutterstock

Perkembangan revolusi industri menambah derasnya arus globalisasi yang terjadi. Hal ini dikarenakan revolusi industri telah mengubah cara kerja manusia di segala sektor kehidupan.

Teknologi yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman semakin membuka kesenjangan sosial di masyarakat. Hierarki kesenjangan yang ada semakin subur dan mengakar, terutama saat dan setelah pandemi.

Terus Maju Indonesia?

Ketimpangan sosial dalam masyarakat masih menjadi masalah yang kompleks di Indonesia. Di momen HUT RI ke-78 ini, patut kita renungkan, apakah bangsa ini benar-benar maju dalam kemerdekaan?

Euforia masyarakat merayakan HUT Kemerdekaan RI hanya berlangsung beberapa hari, namun setelah merayakan momen tersebut, apakah ada kebahagiaan yang berdampak pada ekonomi, pendidikan, dan kesehatan?

Research Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksi angka kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak hingga 10,81 persen atau setara dengan 29,3 juta orang.

Data menyampaikan bahwa kemandirian ini belum sempurna dan dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Ekonomi yang sulit mempengaruhi keseimbangan kehidupan masyarakat dalam segala hal sehingga kesenjangan yang ada semakin melebar.

Keselarasan Ulama dengan Mustadhafin

Dalam filosofi Marxisme, terdapat perjuangan kelas pekerja (proletariat) untuk menumbangkan kapitalisme sehingga dapat membawa sosialisme ke tanah air.

Sejalan dengan filosofi Marxisme, sebagai individu intelektual kita harus memperjuangkan hak-hak buruh, mustadhafindan anak yatim untuk mendapatkan kebebasan dalam hal ekonomi, pendidikan, dan sejenisnya.

Menurut Sani (2017) seorang ulama berbeda dengan masyarakat pada umumnya, mereka lebih memiliki tanggung jawab dalam memihak. Seorang intelektual harus berpihak pada nilai-nilai tertentu dan kepemilikan intelektual harus menjadi landasan untuk melakukan transformasi sosial sehingga terwujud masyarakat yang dimaukan, yaitu masyarakat yang terbebas dari belenggu kesenjangan sosial.

Hal ini perlu menjadi tanggung jawab kita semua, agar kesenjangan yang terjadi di Indonesia tidak terjadi secara turun-temurun, dimana yang kaya semakin kaya dan sebaliknya.

Cendekiawan yang memiliki kualitas intelektual harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, euforia perayaan kemerdekaan harus menjadi senjata untuk mengatasi kemiskinan dan menutup kesenjangan yang ada.

Dengan menganalisa kondisi sosial masyarakat kita akan mengetahui apa yang mereka rasakan dan butuhkan. Disparitas yang biasa terjadi di kota-kota besar biasanya dipicu oleh adanya permukiman kumuh sehingga terlihat jelas ketimpangan tersebut.

Permukiman Kumuh dan Ketimpangan Sosial

Ilustrasi permukiman kumuh.  Sumber: Shutterstock
Ilustrasi permukiman kumuh. Sumber: Shutterstock

Permukiman kumuh yang menjadi salah satu penyebab ketimpangan dipicu oleh beberapa faktor, antara lain tingginya mobilitas penduduk yang mengakibatkan ledakan penduduk di kota lain dan buruknya tata kelola.

Selain memicu ketimpangan, hal ini juga memicu perilaku menyimpang masyarakat miskin kota, seperti tidak disiplin dalam urusan perpajakan, tidak memiliki identitas, bahkan melakukan perbuatan asusila.

Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah perbaikan desa melalui program perbaikan infrastruktur seperti pembangunan MCK, pembangunan jalan yang layak untuk orang dan kendaraan, membantu pencarian sumber air bersih, peningkatan akses pendidikan dan sejenisnya.

Selain memperbaiki fisik desa, seorang sarjana juga harus memperbaiki mental masyarakat desa sehingga perbaikan desa juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pembenahan mental yang dimaksud adalah dengan membuat masyarakat bangga dengan kampungnya yang asri, bersih dan kehormatannya harus dijaga agar perilaku menyimpang tidak lagi muncul.

Program perbaikan desa juga akan mempengaruhi peningkatan ekonomi, dengan mentalitas baru yang dimiliki mereka dapat terhimpun untuk mengembangkan ekonomi kreatif atau ecocraf.

https://kumparan.com/ajeng-retno-kustianingrum/refleksi-jelang-hut-ke-78-ri-merdekakah-indonesia-dari-belenggu-kesenjangan-20wDZNRpbEj

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: